Senin, 01 Mei 2017

TEKNIK AKUNTANSI KEUANGAN SEKTOR PUBLIK


Teori Akuntansi Sektor Publik
Pengertian Akuntansi Sektor Publik menurut Indra Bastian menyebutkan bahwa:
“Mekanisme teknik dan analisa akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-departemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyek-proyek  kerjasama sektor publik dan swasta”.
Teori akuntansi memiliki kaitan yang erat dengan akuntansi keuangan, terutama pelaporan keuangan kepada pihak ekstemal. Teori akuntansi sektor publik sendiri sebenarnya masih dipertanyakan apakah memang ada teori akuntansi sektor publik. Sektor swasta yang perkembangan akuntansinya lebih pesat saja oleh beberapa ilmuwan masih dipertanyakan apakah sampai saat ini benar-benar memiliki teori akuntansi yang mapan. Suatu teori perlu didukung berbagai riset yang didalarnnya terdapat hipotesa-hipotesa yang diuji kebenarannya. Menurut Mardiasmo, teori memiliki tiga karakteristik dasar yaitu : (1) kemampuan untuk menerangkan atan menjelaskar fenomena yang ada (the ability to explain), (2) kernampuan untuk memprediksi (the ability to predict), (3) kemampuan mengendalikan fenomena (the ability to control given phenomena).
Pada dasarnya terdapat tiga tujuan untuk rnempelajari teori akuntansi yaitu: 1) untuk memahami praktik akuntansi yang ada saat ini, 2) mempelajari kelemahan dan kekurangan dan praktik akuntansi yang saat ini dilakukan, dan 3) memperbaiki praktik akuntansi di masa datang.
Pengembangan teori sektor publik untuk memperbaiki praktik yang saat ini dilakukan. Hal ini terkait dalam upaya untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan yang mampu menyajikan informasi keuangan yang relevan dan dapat diandalkan (reliable).
Untuk menghasilkan laporan keuangan sektor publik yang relevan dan dapat diandalkan, terdapat beberapa kendala yang dihadapi akuntansi sektor publik. Hambatan tersebut adalah objektivitas, konsistensi, daya banding, tepat waktu, ekonomis dalam penyajian laporan, dan materialistik.
  1. Objektivitas. Laporan Keuangan disajikan manajemen untuk melaporkan kinerja yang telah dicapai manajemen selama periode waktu tertentu kepada pihak eksternal yag menjadi stakeholder organisasi.Objektivitas diperlukan adanya adanya benturan kepentingan antara manajemen dengan stakeholder. Objektivitas juga dapat dijelaskan melalui contracting theory yang menghasilkan agency relationship Agency.Problem muncul karena adanya opportunistic behavior dari  agen, yaitu perilaku manajemen / agen untuk memaksimumkan kesejahteraannya sendiri yang mungkin berlawanan dengan kepentingan prinsipal. Teknik akuntansi yang digunakan manajemen harus memiliki derajat objektivitas yang dapat diterima semua pihak yang menjadi stakeholder. 
  2. Konsistensi. Konsistensi adalah penggunaan  metoda/teknik akuntansi yang sama untuk menghasilkan laporan keuangan organisasi selama beberapa periode waktu secara berturut-turut.  Tujuannya adalah agar laporan keuangan dapat diperbandingkan kinerjanya dari tahun ke tahun, sesuai   prinsip going concern (orientasi jangka panjang). 
  3. Daya Banding. Laporan keuangan sektor publik hendaknya dapat diperbandingkan antar periode waktu dan dengan instansi lain yang sejenis.  Daya banding berarti laporan keuangan dapat digunakan untuk membandingkan kinerja organisasi dengan organisasi lain yang sejenis.
  4. Tepat Waktu. Laporan keuangan harus disajikan tepat waktu agar dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi, sosial dan politik serta untuk menghindari tertundanya pengambilan keputusan tersebut. Kendala: semakin banyak kebutuhan informasi, semakin banyak waktu yang dibutuhkan sehingga dapat membuat informasi tersebut tidak relevan.
  5. Ekonomis dalam Penyajian Laporan.Penyajian laporan keuangan membutuhkan biaya, semakin banyak informasi yang dibutuhkan semakin besar pula biayanya. Kendala:  berarti bahwa manfaat yang diperoleh harus  lebih besar dari biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan laporan tersebut.
  6. Materialitas. Informasi dianggap material bila mempengaruhi keputusan, atau jika informasi tersebut dihilangkan akan menghasilkan keputusan yang berbeda. Penentuan materialitas bersifat subjective judgement, merupakan professional judgement yang mendasarkan pada teknik tertentu.
      Sistem dan Prosedur Akuntansi Sektor Publik
Sistem akuntansi pemerintah daerah meliputi serangkaian proses ataupun prosedur, baik manual maupun terkomputerisasi, yang dimulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan kejadian keuangan serta pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang berkaitan dengan pengeluaran pemerintah daerah. Berdasarkan Permendagri No 13/2006, sistem akuntansi pemerintah daerah dikoordinasikan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). PPKD adalah kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah (Kepala SKPKD). Pejabat ini bertugas untuk melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai Bendahara Umum Daerah (BUD). Dalam sistem ini, PPKD dibantu oleh PPK-SKPD melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD. Pejabat ini bertugas mengloordinasikan pelaksanaan sistem dan prosedur penatausahaan bendahara penerimaan dan bendahara pengeluaran di tingkat SKPD. Sistem akuntansi pemerintah daerah secara garis besar terdiri atas empat prosedur akuntansi yaitu :
  1.             Prosedur akuntansi penerimaan kas. Prosedur ini meliputi serangkaian proses, baik manual maupun terkomputerisasi, mulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan kejadian keuangan, hingga pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang berkaitan dengan penerimaan kas pada SKPD atau SKPKD. 
  2. Prosedur akuntansi pengeluaran kas. Dalam prosedur ini meliputi serangkaian proses, baik manual maupun terkomputerisasi, mulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan kejadian keuangan, hingga pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang berkaitan dengan pengeluaran kas pada SKPD atau SKPKD. 
  3. Prosedur akuntansi selain kas. Prosedur ini meliputi serangkaian proses, baik manual maupun terkomputerisasi, mulai dari pencatatan, penggolongan dan peringkasan transaksi dan kejadian keuangan, hingga pelaporan keuangan dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBN yang berkaitan dengan transaksi dan kejadian keuangan selain kas pada SKPD atau SKPKD. 
  4. Prosedur akuntansi aset. Prosedur akuntansi aset meliputi serangkaian proses, baik manual maupun terkomputerisasi, mulai dari pencatatan dan pelaporan akuntansi atas perolehan, hingga pemeliharaan, rehabilitasi, penghapusan, pemindahan, perubahan klasifikasi dan penyusutan terhadap aset yang dikuasai/digunakan SKPKD dan/atau SKPD. Prosedur akuntansi digunakan sebagai alat pengendalian dalam pengelolaan aset yang dikuasai/digunakan SKPD dan/atau SKPKD.
Standar Akuntansi Sektor Publik
Standar akuntansi sektor publik adalah adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan organisasi sektor publik.Standar akuntansi sektor publik memberikan kerangka demi berjalannya fungsi-fungsi tahapn siklus akuntansi sektor publik, yaitu perencanaan, penganggaran, realisasi anggaran, pengadaan barang dan jasa, pelaporan, audit, dan pertanggungjawaban publik.

Tujuan Penyusunan Pedoman Akuntansi
  1.                         Menyediakan organisasi sektor publik suatu pedoman akuntansi yang diharapkan dapat dterapkan bagi pencatatan transaksi keuangan organisasi sektor publik yang berlaku dewasa ini 
  2. Menyediakan organisasi sektor publuk suatu pedoman akuntansi yang dilengkapi dengan klasifikasi rekening dan prosedur pencatatan serta jurnal standar yang telah disesuaikan dengan siklus kegiatan organisasi sektor publik, yang mencakup penganggaran, pembendaharaan dan pelaporan.
Kebutuhan Standar Akuntansi Sektor Publik di Indonesia 
Manfaat Standar Akuntansi Keuangan Sektor Publik ( SAKSP ) adalah :  

  1. Meningkatkan kualitas dan realibilitas laporan akuntansi dan keuangan organisasi sektor publik, khususnya dalam hal ini organisasi pemerintahan. 
  2. Meningkatkan kinerja keuangan dan perekonomian. 
  3. Mengusahakan harmonisasi antara persyaratan atas laporan ekonomis dan keuangan
  4. Mengusahakan harmonisasi antar yurisdiksi dengan menggunakan dasar akuntansi yang sama.
             
Menurut Mardiasmo (Mardiasmo, 2004) ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penetapan standar akuntansi, antara lain:
  1. Standar memberikan pedoman tentang informasi yang harus disajikan dalam laporan posisi keuangan, kinerja, dan aktivitas sebuah organisasi bagi seluruh pengguna informasi
  2. Standar memberikan petunjuk dan aturan tindakan bagi auditor yang memungkinkan pengujian secara hati-hati dan independen saat menggunakan keahlian dan integritasnya dalam mengaudit laporan suatu organisasi serta saat membuktikan kewajaran
  3. Standar memberikan petunjuk tentang data yang perlu disajikan yang berkaitan dengan berbagai variabel yang patut dipertimbangkan dalam bidang perpajakan, regulasi, perencanaan serta regulasi ekonomi dan peningkatan efisiensi ekonomi serta tujuan sosial lainnya
  4. Standar menghasilkan prinsip dan teori yang penting bagi seluruh pihak yang berkepentingan dalam disiplin ilmu akuntansi.
            Teknik – Teknik Akuntansi Keuangan Sektor Publik
  1.                         Akuntansi Anggaran .Akuntansi anggaran ( budgetary accounting ) mengacu pada praktik yang dilakuakan oleh banyak organisasi sektor publik, khususnya pemerintah dalam upaya menyajikan akun-akun operasinya dengan menggunakan format yang sama dengan anggarannya. Tujuan praktik ini adalah untuk menekankan peranan anggaran dalam siklus perencanaan-pengendalian-pertanggungjawaban. Ide dibalik akuntansi anggaran ini adalah untuk kemudahan. Kesulitan biasanya muncul karena organisasi yang berbeda biasanya mengadopsi format pelaporan yang berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh suatu fakta bahwa perbedaan intrinstik antara jasa yang diberikan dalam organisasi yang berbeda telah tercermin dalam anggaran mereka. Hasil yang lebih bermakna dapat diperoleh dengan membuat akun-akun anggaran yang diklasifikasikan dengan cara tertentu yang spesifik terhadap jasa tertentu namun hal ini menyebabkan ketidakseragaman dalam format akuntansi anggaran. Ada masalah signifikan bahwa organisasi yang berjenis sama dan memberikan jasa yang sama mungkin memiliki perlakuan yang berbeda walaupun akuntansi anggaran telah diadopsi oleh mereka. Hal ini timbul karena ada dua masalah, yaitu :
    • Level agregasi. Contoh yang baik di mana level agregasi yang diadopsi oleh akun-akun anggaran mempengaruhi daya bandingnya ada di pemerintah daerah. Satu otoritas mungkin menerbitkan akun-akun anggarannya untuk jasa pendidikan secara keseluruhan.Kekurangan lain dari akuntansi anggaran terletak pada seberapa sering. atau seberapa intensifkah laporan keuangan membandingkan antara anggaran dengan yang aktual terjadi dan menjelaskan perbedaannya. Banyak organisasi yang membuat akun-akun anggaran seiring dengan anggaran namun hanya membandingakan dua diantaranya secara global. Contoh, akun-akun dan anggaran mungkin saja dibuat secara detail tetapi hanya total pembelanjaan bersih untuk setiap divisi yang memberikan jasa tersebut saja yang dibandingkan dengan anggaran, menunjukan apakah ada pembelanjaan yang kurang atau berlebih untuk semua akun, namun hanya untuk menjelaskan perbedaan yang signifikan. Perbedaan yang jumlahnya melebihi presentase atas anggaran yang telah ditetapkan sebelumnya namun tidak dapat dijelaskan oleh perubahan tingkat harga umum. 
    • Logika dari akuntansi anggaran . Logika dari akuntansi anggaran adalah bahwa anggaran dan akun-akun harus dibandingkan secara berkesinambungan sehingga tindakan dapat diambil untuk memperbaiki perbedaan tersebut. Hal ini berlaku bagi pengguna eksternal dan internal dari informasi. Dengan melaporkan hanya dua kolom ( anggaran dan aktual saja), tidak hanya tujuan utama dari akuntansi anggaran ini saja yang tidak dapat tercapai, melainkan akan memerlukan banyak waktu untuk menjawab pertanyaana pengguna yang spesifik atas perbedaan yang dapat di hindarkan apabila akun-akun itu sendiri telah menyediakan analisis yang releven. Kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa akuntansi anggaran lebih berfokus pada bentuk akunnya dari pada isinya.
  2. Akuntansi Komitmen. Akuntansi komitmen ( commitment accounting ) dapat digunakan bersama, baik dengan basis akuntansi kas maupun akrual. Karena tidak masuk akal untuk menggunakan akuntansi komitmen tersebut untuk beban karyawan, maka akuntansi komitmen hanya mencakup salah satu bagian kecil dalam anggaran organsisasi. Sebagai konsekuensinya, akuntansi komitmen ini hanya merupakan subsistem dalam sistem akuntansi utama organisasi. Meskipun demikian, akuntansi komitmen ini dapat menjadi sangat penting, terutama bagi pemegang anggaran. Akuntansi komitmen mengakui transaksi ketika organisasi telah memiliki komitmen untuk melaksanakan transaksi tersebut. Ini berarti bahwa transaksi tidak diakui ketika ada penerimaan atau pengeluaran kas, juga bukan pada saat faktur diterima atau dikirimkan, namun pada saat yang lebih awal, yaitu pada saat pesanan dibuat atau diterima. Fungsi utama dari akuntansi komitmen adalah dalam kontrol anggaran. Gagasannya adalah bahwa akun-akun bulanan yang mencatat hanya faktur yang diterima atau dibayar memberikan hanya sedikit nilai terhadap proses pengambilan keputusan. Agar manajer dapat mengendalikan anggraan mereka, mereka perlu mengetahui seberapa besar anggaran yang telah menjadi komitmen dalam hubungan dengan pesanan yang dibuat. Kalau manajer hanya menerima akun-akun yang mencakup penerimaan dan pembuatan faktur saja, maanjemen dapat dengan mudah menjadi terlalu terpaku atau terlalu berkomitmen ( over commited ) kepada anggarannya. Tentu saja manajer yang berhati-hati akan mengetahui bahwa akun-akun tersebut tidak memasukan pesanan yang telah dibuat namun fakturnya belum diterima, dan akan membuat catatan meraka sendiri mengenai hal ini sehingga mereka tidak membuat anggaran mereka over committed.Karena berkaitan dengan fungsi utamanya, akuntansi komitmen berfokus pada pesanan yang telah dibuat. Pesanan yang diterima yang berhubungan dengan pendapatan, tidak akan di catat sampai faktur dikirimkan. Masalah pengendalian anggaran tidak mempengaruhi pendapatan dengan cara yang sama seperti halnya pengendalian anggaran memenuhi beban.Walaupun ada kasus yang menyatakan bahwa akuntansi komitmen meningkatkan pengendalian anggaran adalah baik, ada masalah yang turut terlibat dalam mengadopsi akuntansi komitmen ini dalam akun-akun. Masalah ini adalah bahawa pos tertentu yang telah di dukung oleh pengiriman pesanan akan dicatat sebagai beban. Secara umum, tidak ada kewajiban hukum yang ditimbulkan dan pesanan tersebut dapat di batalkan dengan mudah. Maka sulit untuk menerima bahwa pesanan ini adalah beban untuk pariode akuntansi di mana pesanan tersebut baru dibuat.Terdapat banyak masalah yang timbul dalam akuntansi berbasis akrual yang lebih berbahaya ketika organisasi menerapkan sistem akuntansi komitmen ini. Misalnya, ada manajer yang anggarannya masih di bawah batas maksimal sebulan sebelum akhir tahun anggraan. Manajer mengetahui bahwa level normal dari pembelanjaan akan membuat pengeluaran anggaran terlalu rendah ( under-spent) dan hal ini dapat menyebabkan anggaran tahun berikutnya menjadi berkurang. Dalam akuntansi akrual, untuk memastikan bahwa seluruh anggaran di belanjakan, maka pesanan tambahan akan diajukan dan faktur yang diterima  akan dicatat. Hal ini menjadi masalah, namun setidaknya dibatasi oleh waktu mulai dari pesanan diajukan sampai dengan faktur tersebut  diterima. Jika menggunakan akuntansi komitmen, manajer dapat dengan mudah mengeluarkan pesanan saat mendekati akhir tahun anggaran untuk menghabiskan anggaran tersebut. Sementara, kecil kemungkinannya untuk mencegah pesanan dibatalkan setelah tahun anggaran dalam akun-akun tertentu.
  3. Akuntansi  Dana. Sumber daya keuangan berupa dana yang disediakan untuk digunakan oleh organisasi nirlaba atau institusi pemerintah biasanya mempunyai keterbatasan penggunaan dalam arti dana-dana tersebut dibatasi penggunaannya untuk tujuan atau aktivitas tertentu yang terkadang merupakan syarat dari pihak eksternal yang merupakan penyedia dana. Tidak seperti perusahaan swasta yang mencari laba, organisasi sektor publik mempunyai tujuan-tujuan yang spesifik. Dengan latar belakang seperti itu perusahaan swasta dapat menggunakan sumber daya yang dimiliki untuk keperluan apapaun yang penting bagi meraka adalah adanya laba yang berbeda dengan organisasi sektor publik dimana sumber daya yang ada harus digunakan dengan tujuan tertentu. Contohnya pemerintah meneriman pinjaman dari world bank ( bank dunia ) sebesar RP.10 miliar untuk pembangunan jalan dan jembatan. Maka, tidak ada pilihan lain bagi pemerintah selain menggunakan dana  RP. 10  miliar tersebut untuk pembangunan jembatan dan jalan. Secara umum, sangat lazim jika dari keseluruhan dana yang dipunyai organisasi sektor publik, masing-masing mempunyai tujuan tersendiri dalam penggunaannya, baik karena faktor eksternal ( pembatansan eksternal ) faktor internal ( perencanaan manajeman ), merupakan karena peraturan. Untuk mengakomodasi keadaan itu, organisasi sektor publik membuat dana-dana (funds) dalam sistem akuntansinya. Pemasukan yang dimiliki organisasi sektor publik kemudian diklasifikasikan ke dalam dana-dana tersebut sesuai dengan tujuan dan maksud tertentu. Sistem dana ini dimaksudkan sebagai alat kontrol apakah suatu dana tertentu telah digunakan sesuai dengan tujuannya. Adanya keterbatasan penggunaan dana memberikan implikasi akan suatu kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban kepada pihak penyedia dana ( donatur). Oleh karena itu organisasi-organisasi nirlaba dan institusi pemerintah menggunakan akuntansi dana ( funds accounting ) untuk mengontrol dana yang terikat atau dibatasi penggunaannya(restriced funds) tersebut sekaligus untuk menjamin adanya ketaatan atas persyaratan yanga ada. Dana adalah sebuah kesatuan akuntansi tersendiri yang terpisah berdasarkan tujuan tertentu. Dalam satu dana itu, terdapat kesatuan akun sendiri yang terdiri atas aset ( aktiva). Kewajiban dan ekuitas dana. Dengan demikian, sumber daya suatu organisasi sektor publik  yang terdiri atas dana-dana tersebut dapat di gambarkan dalam gambar berikut : Penggunaan istilah dana bagi organisasi nirlaba dan institusi pemerintah berbeda dengan istilah dana yang sering digunakan oleh entitas swasta. Bagi perusahaan komerisal, dana adalah bagian dari aktivanya yang dicadangkan karena akan di gunakan atau dialokasikan untuk tujuan tertentu. Sedangkan bagi organisasi nirlaba dan kalangan instansi pemerintah, dana adalah suatu entitas akuntansi tersendiri. Dari kesatuan dana-dana yang dimiliki organisasi sektor publik dapat digolongkan menajdi dua yaitu:
    • Dana yang bisa dibelanjakan expendable funds). Dana yang disediakan untuk membiayai aktivitas-aktivitas yang bersifat non-business yang menjadi bagian dari tujuan organisasi sektor publik.
    • Dana yang tidak bisa dibelanjakan (nonexpendable funds). Dana yang dipisahkan untuk aktivitas-aktivitas yang bersifat bisni. Digunakan sebagai pendukung dari expendable funds.
  4. Akuntansi Kas. Penerapan akuntansi kas, pendapatan dicatat pada saat kas diterima dan pengeluaran dicatat pada saat kas dikeluarkan. Kelebihan cash basis adalah mencerminkan pengeluaran yang riil, actual, dan objektif. Namun, GAAP tidak membenarkan pencatatan dengan dasar kas karena tidak dapat mencerminkan kinerja yang sesungguhnya. Dengan cash basis tingkat efisiensi dan efektifitas suatu kegiatan, program, aktivitas tidak dapat diukut dengan baik. Sebagai contoh, penerimaan kas dari pinjaman akan dicatat sebagai pendapatan (revenue) bukan utang. Untuk mengoreksi hal tersebut kebanyakan sistem akuntansi kas tidak hanya mengakui kas saja tapi juga mengakui aktiva dan utang yang timbul sebelum terjadi transaksi kas. Namun, koreksi semacam ini tidak dapat mengubah kenyataan setiap waktu,obligasi yang beredar dalam bentuk kontrak atau order pembelian yang dikeluarkan tidak tampak pada catatan akuntansi. Konsekuensinya adalah saldo yang tercatat akan dicatat overstated. Hal tersebut dapat mengakibtkan pemborosan anggaran.
  5. Akuntansi akrual . Akuntansi akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi kas. Teknik akuntansi akrual diyakini dapat menghasilkan laporan keuangan yang lebih dapat dipercaya, akurat, komprehensif, dan relevan untuk pengambilan keputusan ekonomi, social, politik.Basis akrual diterapkan agak berbeda antara properiority fund (full accrual) dan governments fund (modified accrual) karena biaya (expense) diukur dalam properiority fund, sedangkan expenditure difokuskan pada general fund. Expense adalah jumlah sumber daya yang dikonsumsi selama periode akuntansi. Expenditure adalah jumlah kas yang dikeluarkan dan atau dialokasikan selama periode akuntansi. Karena governments fundtidak memiliki catatan modal dan utang (dicatat dan dikategorikan dalam aktiva tetap dan utang jangka panjang), expenditure yang diukur, bukan expense. Berbeda dengan governments fund, yang menjadi kepenting-an properiority fund dan juga organisasi bisnis adalah net income. Full accrual accounting digunakan untuk mencatat revenue ketika diperoleh (earned) dan biaya (expense) pada saat terjadi (incurred). Dengan kata lain, biaya dicatat ketika utang terjadi tanpa memandang kapan pembayaran dilakukan. Pada governmental fund, hendaknya digunakan modified accrual basis. Expenditure di – accrued tetapirevenue dicatat berdasarkan cash basis yaitu pada saat diterima bukan pada saat diperoleh. Pendapatan seperti PPN, PPh, dan fee retribusi dihitung pada saat kasnya. Salah satu pengecualian adalah property tax(PBB) yang diaccrued karena jumlahnya dapat diestimasi secara lebih pasti. Pengaplikasian accrual basis dalam akuntansi sektor publik pada dasarnya adalah untuk menentukancost of service dan charging of service yaitu untuk mengetahui besarnya biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan pelayanan public serta penentuan harga pelayanan yang dibebankan ke publik. Hal ini berbeda dengan tujuan pengaplikasian accrual basis dalam sektor swasta yang dapat digunakan untuk mengetahui dan membandingkan besarnya biaya terhadap pendapatan (proper matching cost against revenue). Perbedaan ini disebabkan karenan pada sektor swasta orientasi lebih difokuskan pada usaha untuk memaksimumkan laba (profit oriented) sedangkan pada sektor publik orientasi difokuskan pada optimalisasi pelayanan publik (public service oriented). 
SINGLE ENTRY, DOUBLE ENTRY & TRIPLE ENTRY
  1. SINGLE ENTRY. Sistem pencatatan single entry sering disebut juga dengan sistem tata buku tunggal atau tata buku.  Dalam sistem ini, pencatatan transaksi ekonomi dilakukan dengan mencatatnya satu kali.  Transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan dan transaksi yang berakibat berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran. Sistem pencatatan single entry atau tata buku ini memiliki kelebihan, yaitu sederhana dan mudah dipahami.  Namun, sistem ini memiliki  kelemahan antara lain kurang bagus untuk pelaporan (kurang memudahkan penyusunan laporan), sulit untuk menemukan kesalahan pembukuan yang terjadi, dan sulit dikontrol.  Oleh karean itu, dalam akuntansi terdapat sistem pencatatan yang lebih baik dan dapat mengatasi kelemahan tersebut.  Sistem ini disebut dengan sistem pencatatan double entry.  Sistem pencatatan double entry inilah yang sering disebut dengan akuntansi. 
  2. DOUBLE ENTRY. Sistem pencatatan double entry sering disebut juga dengan sistem tata buku berpasangan.  Menurut sistem ini, pada dasarnya suatu transaksi ekonomi akan dicatat dua kali.  Pencatatan dengan sistem ini disebut dengan istilah menjurnal.  Dalam pencatatan tersebut, sisi Debit berada di sebelah kiri sedangkan sisi Kredit berada di sebelah kanan.  Setiap pencatatan harus menjaga keseimbangan persamaan dengan akuntansi.Persamaan dasar akuntansi merupakan alat bantu untuk memahami sistem pencatatan ini.
  3. TRIPLE ENTRY. Sistem pencatatan triple entry adalah pelaksanaan pencatatan dengan menggunakan sistem pencatatan double entry, ditambah dengan pencatatan pada buku anggaran.  Jadi, sementara sistem pencatatan double entry dijalankan, PPK SKPD maupun bagian keuangan atau SKPKD juga mencatat transaksi tersebut pada buku anggaran, sehingga pencatatan tersebut akan berefek pada sisa anggaran.     
 SUMBER :
 Bastian, Indra . 2005 . Akuntansi Sektor Publik . Jakarta : Erlangga .
 Mardiasmo . 2009 . Akuntansi Sektor Publik .Yogyakarta : ANDI

Pengukuran Kinerja Sektor Publik



A.    Definisi Kinerja dan Pengukuran Kinerja Sektor Publik
           Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.
          Pengukuran Kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa; hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai prestasi manajaer dan unit organisasi yang dipimpinnya.
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas disini bukan sekedar kemampuan menunjukkan uang publik dibelanjakan, akan tetapi juga meliputi kemampuan menunjukan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomies, efisien, dan efektif.
          Sistem Pengukuran Kinerja Sektor Publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan alat pengendalian organisasi, karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment systems.
Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga maksud :
1.  Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada ahkirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian Pelayanan publik.
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
3.  Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, Sehingga tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukan kinerja secara komperhensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output yang dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat ingtangible output, maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik. Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kinerja non-finansial.
 Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja :
a.   Untuk mengkomunikasikan strategi dengan lebih baik (top down and bottom up).
b.   Untuk mengukur kinerja finansial dan non – finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian strategi.
c.   Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan manajer bawah serta memotivasi dan untuk mencapai goal congruence.
d.  Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional.
Setelah tujuan pengukuran kinerja dicapai maka perusahaan akan mendapat manfaat langsung yaitu :
Manfaat Pengukuran Kinerja :
a. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen.
b.  Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
c.  Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta sserta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja.
d. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman secara objektif atas pencapaian yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati.
e. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.
f.   Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan telah terpenuhi
g.  Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
h.   Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.”
B.     Peran Indikator Kinerja dalam Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Untuk melakukan pengukuran kinerja, variabel kunci yang sudah teridentifikasi tersebut kemudian dikembangkan menjadi indikator kinerja untuk unit kerja yang bersangkutan. Untuk dapat diketahui tingkat pencapaian kinerja, Indikator kinerja tersebut kemudian dibandingkan dengan target kinerja atau standart kinerja. Tahap terahkir adalah evaluasi kinerja yang hasilnya berupa feedback, reward, dan punishment kepada manajer pusat pertanggungjawaban.
Indikator kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan strategi yang sudah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk faktor-faktor keberhasilan utama organisasi ( critical succes factors ) atau bisa juga dikenal dengan CSF dan indikator kinerja kunci ( key performance indicator ) atau bisa juga disebut dengan KPI.
          Faktor Keberhasilan Kunci / CSF adalah suatu area yang mengindifikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini merefleksikan preferensi manajerial dengan memperhatikan variabel variabel kunci finansial dan non finansial pada kondisi waktu tertentu. Critical succes factor tersebut harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi.
         Indikator Kinerja Kunci / KPI merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat financial maupun non-financial untuk melaksanakan oporasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor pencapaian kinerja.
Pengembangan Indikator Kinerja
Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan Indikator kinerja perlu mempertimbangankan komponen berikut :
a.      Biaya pelayanan ( cost of service )
b.      Penggunaan ( utilization )
c.       Kualitas dan standart pelayanan ( quality and standarts )
d.      Cakupan pelayanan ( coverage )
e.      Kepuasan ( satisfaction )
Membuat Sistem Pengukuran Kinerja
Langkah 1   : Memperkirakan Kesiapan Organisasi
Langkah 2   : Merumuskan Tujuan
Langkah 3   : Menyiapkan Pertanyaan Kebijakan
Langkah 4   : Mengembangkan Rencana Kerja
Langkah 5   : Memulai Orientasi dan Pelatihan
Langkah 6   : Memilih Bidang Pelayanan Yang Akan Diukur
Langkah 7   : Merumuskan Misi, Tujuan dan Sasaran
Langkah 8   : Mengenali Pengukuran
Langkah 9   : Membuat Sistem Pengumpulan Data, Analisa dan Pelaporan
Langkah 10 : Pemantuan dan Evaluasi
C.    Komponen yang Dipertimbangkan dalam Penentuan Indikator Kinerja
Dalam melakukan pengukuran kinerja, informasi yang digunakan dikelompokkan ke dalam dua kategori, yaitu :
Informasi Finansial
Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dengan menganalisa varians ( selisih atau perbedaan ) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan.
Analisis varians secara garis besar berfokus pada :
a.  Varians Pendapatan (revenue variance)
b.  Varians belanja investasi/modal (expenditure variance)
–   Varians belanja rutin (recurrent expenditure variance)
–   Varians belanja investasi / modal (capital expenditure variance)
Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan identifikasi sumber penyebab terjadinya varians dengan menelusuri varians tersebut hingga level manajamen paling bawah. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui unit spesifik mana yang bertanggungjawab terhadap terjadinya varians sampai tingkat manajemen yang paling bawah.
Informasi Non-Finansial
Informasi non-finansial dapat dijadikan sebagai tolak ukur lainnya. Informasi non finansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komperhensif yang banyak dikembangkan oleh berbagai organisasi ini adalah Balanced Scorecard. Dengan Balanced Scorecard kinerja organisasi diukur tidak hanya berdasarkan aspek finansial sajam akan tetapi juga aspek non-finansial. Pengukuran dengan metode Balanced Scorecard melibatkan empat aspek, yaitu :
1.      Perspektif Finansial ( financial perspective)
2.      Perspektif kepuasan pelanggan (customer perspective)
3.      Perspektif efisiensi proses internal (internal process efficiensy)
4.      Perspektif pembelanjaran dan pertumbuhan (learning and growth Perspective)
Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel kunci (key variabel) atau sering dinamakan sebagai key succes factor, key result factor, atau pulse point. Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan faktor-faktor yang menjadi sebab kesuksesan organisasi. Jika terjadi perubahan yang tidak diinginkan, maka variabel ini harus segera disesuaikan. Suatu variabel kunci memiliki beberapa karakteristik, antara lain:
  1. Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi.
  2. Sangat volatile dan dapat berubah dengan cepat.
  3. Perubahannya tidak dapat diprediksi.
  4. Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera, dan.
  5. Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui  ukuran antara (surrogate), sebagai contoh, kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara langsung, akan tetapi dapat dibuat ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan, dan demonstrasi dapat dijadikan variabel kunci.
D.    Indikator Kinerja dan Pengukuran Value for Money
          Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah. Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilkan saja, akan tetapi harus mempertimbangkan input, output dan outcome secara bersama-sama. Bahkan, untuk beberapa hal perlu ditambahkan pengukuran distribusi dan cakupan layanan ( equity & service coverage ). Permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur output, karena output yang dihasilkan tidak selalu berupa output yang berwujud, akan tetapi lebih banyak intangible output.
Istilah “ukuran kinerja” pada dasarnya berbeda dengan istilah “indikator kinerja”. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Sedangkan indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Untuk dapat mengukur kinerja pemerintah, maka perlu diketahui indikator-indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja. Mekanisme untuk menentukan indikator kinerja tersebut memerlukan hal-hal sebagai berikut:
  • Sistem Perencanaan dan pengendalian
Sistem perencanaan dan pengendalian meliputi proses, prosedur dan struktur yang memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah dijelaskan dan dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi dengan menggunakan rantai komando yang jelas yang didasarkan pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi, kewenangan serta tanggung jawab.
  • Spesifikasi teknis dan standardisasi
Kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi diukur dengan menggunakan spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standart penilaian.
  • Kompetensi teknis dan profesionalisme
Untuk memberikan jaminan terpenuhinya spesifikasi teknis dan standarisasi yang ditetapkan, maka diperlukan personel yang memiliki kompetensi dan profesional dalam bekerja.
  • Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar
Mekanisme ekonomi terkait dengan pemberian penghargaan dan hukuman ( reward & punishment ) yang bersifat finansial, sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang menjamin terpenuhinya value for money. Ukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuma ( alat pembinaan )
  • Mekanisme sumber daya manusia
Pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme untuk memotivasi stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi.
 Peran Indikator Kinerja bagi Pemerintah adalah :
  1. Untuk membantu memperjelas tujuan organisasi.
  2. Sebagai mengevaluasi target ahkir ( final outcome ) yang dihasilkan.
  3. Sebagai masukan untuk menentukan skema insetif manajerial.
  4. Memungkinkan bagi pemakasi jasa layanan pemerintah untuk melakukan pilihan.
  5. Untuk menunjukan standar kinerja
  6. Untuk menunjukan efektivitas
  7. Untuk membantu menentukan aktivitas yang memiliki efektivitas biaya yang paling baik untuk mencapai target sasaran
  8. Untuk menunjukan wilayah, bagian atau proses yang masih potensial untuk dilakukan penghematan.
Permasalahan teknis yang dihadapi pada saat pengukuran ekonomi, efisiensi, dan efektivitas ( value for money) organisasi adalah bagaimana membandingkan input dengan output untuk menghasilkan ukuran efisiensi yang memuaskan jika output yang dihasilkan tidak dapat dinilai dengan harga pasar. Solusi praktis atas masalah tersebut adalah dengan cara membandingkaninput financial  (biaya) dengan output nonfinancial, misalnya biaya unit ( unit cost statistics ). Unit cost statistics tersebut dapat digunakan sebagai benang merah untuk mengukur kinerja. Unit-unit kerja pemerintah diharapkan dapat menghasilkan sejumlah unit cost statistics yang spesifik untuk unit kerjanya.
Value for Money
          Value for money merupakan konsep pengelolaan organisasi sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama, yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
–       Ekonomi: pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah. Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan moneter.
–       Efisiensi: pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan inputyang rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/inputyang dikaitkan dengan standard kinerja atau target yang telah ditetapkan.
–        Efektivitas: tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output.
Secara Skematis, value of money dapat digambarkan sebagai berikut :
 vvv
Pengukuran Value For Money
Kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparasi dan akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat mencakup pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money, yaitu ekonomi ( hemat cermat ) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien ( berdaya guna ) dalam penggunaan sumber daya, dalam arti penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan (maximizing benefits and minimizing cost ), serta efektif ( berhasil guna ) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran.
Agar dalam menilai kinerja organisasi dapat dilakukan secara obyektif, maka diperlukan indikator kinerja. Indikator kinerja yang indeal harus terkait pada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan. Sementara itu kualitas terkait dengan kesesuaian dengan maksud dan tujuan ( fitness for purpose), konsistensi, dan kepuasan publik ( public satistaction). Kepuasan masyarakat dalam konteks tersebut dapat dikaitkan dengan semakin rendahnya complaint dari masyarakat.
Pengembangan Indikator Value For Money
Peranan indikator kinerja adalah untuk menyediakan informasi sebagai pertimbangan untuk pembuatan keputusan. Hal ini tidak berarti bahwa suatu indikator akan memberikan ukuran pencapaian program yang definitif. Indikator value for money dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
  1. Indikator Alokasi Biaya ( ekonomi dan efisiensi ), dan
  2. Indikator kualitas pelayanan ( efektivitas )
Indikator kinerja harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal maupun eksternal. Pihak Internal dapat menggunakannya dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan serta efisiensi biaya. Dengan kata lain, indikator kinerja berperan untuk menunjukan, memberi indikasi atau memfokuskan perhatian pada bidang yang relevan dilakukan tindakan perbaikan.
Pihak eksternal dapat menggunakan indikator kinerja sebagai kontrol dan sekaligus sebagai informasi dalam rangka mengukur tingkat akuntabilitas publik. Pembuatan dan penggunaan indikator kinerja tersebut membantu setiap pelaku utama dalam proses pengeluaran publik. Indikator kinerja akan membantu para manajer publik untuk memonitor pencapaian program dan mengidentifikasi masalah yang penting.
Tiga Pokok Bahasan Dalam Indikator Value For Money
Berikut ini akan dijelaskan mengenai konsep value for money atau yang dikenal dengan 3E.
Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan masukan (cost of input). Dengan kata lain ekonomi adalah prakti pembelian barang dan jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga terbaik yang memungkinkan (spending less)
Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisien dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara output  yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output).
Indikator efisiensi, adalah suatu indikator yang menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suati unit organisasi ( misalnya : staff, upah, biaya administratif ) dan keluaran yang dihasilkan indikator tersebut memberikan informasi tentang konversi masukan menjadi keluara ( yaitu : efisiensi dari proses internal )
Efektivitas, pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan. Indikator efektivitas, adalah suati indikator yang menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapai tujuan program.
Dari uraian diatas, maka dapat kita simpulkan bahwa ketiga pokok bahasan dalam value for money sangat terkait dengan yang lainnya, Ekonomi membahas input, efisiensi membahas input dan output, dan efektivitas membahas output dan outcome. Hubungan ini dapat digambarkan sebagai contoh gambar dibawah ini.
 vv
Langkah-langkah Pengukuran Value For Money :
Pengukuran Ekonomi
Pengukuran efektivitas hanya memperhatikan keluaran yang didapat, sedangkan pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relatif, Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran ekonomi adalah :
  1. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dilanggarkan oleh organisasi ?
  2. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain yang sejenis yang dapat diperbandingkan ?
  3. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara optimal ?
Pengukuran Efisiensi
Pengukuran Efisiensi. Efisiensi merupakan hal penting dari tiga pokok bahasan Value for Money. Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibandinginput, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.



EFISIENSI =      Output
Input
Rasio Efisiensi tidak hanya dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi dalam bentuk relatif. Unit A adalah lebih efisien dibanding unit B. Unit A lebih efisien dibanding unit tahun lalu, dan seterusnya. Karena efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan masukan, maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara :
1. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama.
2. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan input.
3. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
4. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan output.
Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk satuan mata uang. Pembilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah mata uang ataupun satuan fisik. ( catatan : Efisiensiseringkali juga dinyatakan dalam bentuk input/outpu, dengan interpretasi yang sama dengan bentuk output/input , contoh biaya per unit output )
Dalam pengukuran kinerja Value for Money, efisiensi dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
  1. Efisiensi alokasi
  2. Efisiensi teknis (manajerial)
Pengukuran Efektivitas
Pengukuran Efektivitas. Efektivitas merupakan ukuran berhasil atau tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuanya, maka oragnisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh melebihi dari yang telah dianggarkan, bisa juga dua kali lebih besar dari apa yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengukuran Outcome
Pengukuran OutcomeOutcome adalah dampak suatu program atau proyek terhadap masyarakat. Outcome lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur kualitas outputdan dampak yang dihasilkan.
Pengukuran outcome memiliki dua peran, yaitu:
a.   Peran retrospektif
Peran retrospektif, terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, analisis retrospektif memberikan bukti terhadap realisasi yang baik (good management). Bukti tersebut dapat menjadi dasar untuk menetapkan terget di masa yang akan datang dan mendorong untuk menggunakan praktik yang terbaik. Atau dapat juga digunakan untuk membantu pembuat keputusan dalam menentukan program atau proyek yang perlu dilaksanakan dan metode terbaik mana yang perlu digunakan untuk melaksanakan program tersebut.
b.   Peran prospektif
Terkait dengan perencanaan kinerja di masa yang akan datang. Sebagai peran prospektif, pengukuran outcome digunakan untuk mengarahkan keputusan alokasi sumber daya publik. Analisis Retrospektif memberikan bukti terhadap praktik yangbaik ( good management ). Bukti tersebut dapat menjadi dasar untuk menetapkan target di masa yang akan datang dan mendorong untuk menggunakan praktik yang terbaik. Atau dapat juga bukti tersebut digunakan untuk membantu pembuat keputusan dalam menentukan program mana yang perlu dilaksanakan dan metode mana yang perlu digunakan untuk melaksanakan program tersebut.
Elemen-Elemen Pengukuran Kinerja Value For Money
 v
 BAB 3