Sabtu, 24 Desember 2016

Pengertian Akuntansi Perpajakan


AKUNTANSI PAJAK
Pengertian Akuntansi Perpajakan
Yang dimaksud Akuntansi Perpajakan  ialah  akuntansi  yang diterapkan dengan memakai tujuan untuk dapat menetapkan besarnya  jumlah pajak yang terutang. Maka fungsi Akuntansi Perpajakan merupakan sebagai pengolah data secara kuantitatif yang dipergunakan untuk menyajikan  sebuah laporan keuangan dengan memuat jumlah perhitungan perpajakan.
Sifat Akuntansi Perpajakan
  1. Pajak merupakan iuran masyarakat terhadap pemerintah yang bersifat dipaksakan dalam pembayarannya. Namun karena dipaksakan inilah sering terjadi saat petugas pajak berlaku semaunya atau tidak berlaku adil  dalam menjalankan tugasnya. Hal ini dapat dipicu dengan banyaknya wajib pajak yang tidak mematuhi  kewajiban dalam membayar pajak sebagaimana mestinya serta  adanya kekeliruan ketika mencatat transaksi, utamanya yang berhubungan pada perpajakan.
  2. Pajak merupakan alat yang digunakan untuk membiayai beban atau pengeluaran pemerintah, yang di mana pemerintah menggunakan pajak sebagai sumber kegiatan operasional pemerintahan.
  3. Wajib pajak tidak mendapat imbalan jasa secara langsung, namun wajib pajak mendapat suatu perlindungan dari negaranya yaitu mendapatkan pelayanan sesuai dengan haknya.
  4. Pajak memilikii fungsi untuk mengatur segala aspek ekonomi,sosial dan budaya.
http://isma-ismi.com/akuntansi-perpajakan.html
UNSUR – UNSUR DEFINISI :
  1. Pajak adalah suatu iuran atau kewajiban menyerahkan sebagian kekayaan (pendapatan) kepada negara
  2. Penyerahan itu bersifat wajib. Bagaimana jika tidak dilakukan? hutang itu dapat dipaksakan dengan kekerasan seperi surat paksa dan sita
  3. Perpindahan/ penyerahan itu berdasarkan UU/ Peraturan / Norma yang dibuat oleh Pemerintah yang berlaku umum.
  4. Tidak ada kontraprestasi Langsung dari Pemerintah (Pemungut iuran)
 PRINSIP AKUNTANSI PAJAK
Prinsip yang terdapat dalam akuntansi pajak adalah sebagai berikut:
  1. Kesatuan Akuntansi
Pada prinsip ini, maka: (1) Perusahaan dianggap satu kesatuan ekonomi yang terpisah dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan sumber-sumber perusahaan.
  1. Kesinambungan
Prinsip ini mengatakan bahwa suatu entitas ekonomi diasumsikan akan terus menerus melanjutkan usahanya dan tidak akan dibubarkan.
  1. Harga Pertukaran Obyektif
Transaksi keuangan harus dinyatakan dengan nilai uang. Obyektif berarti sebagai berikut: (a) tidak dipengaruhi oleh adanya hubungan istimewa, (b) dapat diuji oleh pihak independen, (c) tidak terdapat transfer pricing, (d) tidak ada mark-up, tidak ada KKN, dan sebagainya.
  1. Konsistensi
Prinsip ini mengatakan bahwa penggunaan metode dalam pembukuan tidak bokeh berubah-ubah. Misalkan: (a) penentuan tahun buku, (b) perhitungan penyusutan, (c) perhitungan persediaan, (d) pengakuan nilai kurs valuta asing
v  Jenis Laporan Keuangan
Laporan keuangan menggambarkan dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa, yang diklasifikasikan dalam beberapa kelompok besar menurut karakteristiknya. Laporan keuangan (setidaknya) terdiri atas:
  1. Laporan Laba / Rugi
Merupakan suatu ikhtisar yang menyajikan Pendapatan dan Bebanperusahaan.
  1. Laporan Perubahan Modal
Merupakan ikhtisar yang menyajikan Modal perusahaan beserta perubahannya
  1. Neraca      
Neraca adalah daftar HartaUtang dan Modal perusahaan pada suatu periode.
v  Persamaan Akuntansi Pajak
Pemahaman terhadap persamaan akuntansi pajak adalah hal yang sangat penting sekali karena semua proses akuntansi semuanya berangkat dari konsep ini.
FUNGSI AKUNTANSI PAJAK                                                                                                                       Akuntansi pajak adalah akuntansi yang ditarapkan dengantujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang. Fungsi akuntansi pajak adl mengolah data kuantitatif yg akan digunakan untuk menyajikan laporan keuanganyg memuat perhitungan perpajakan.
Pajak  adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang dgn tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma hukum ukt menutup biaya produksi barang-barang & jasa kolektif ukt mencapai kesejahteraan umum.
Lembaga pemerintah yang  mengelola perpajakan negara di Indonesia adalah Direktorat Jendral Pajak  (DJP) yg merupakan salah satu direktorat jenderal yg ada di bawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Terdapat bermacam-macam batasan atau definisi tentang pajak yg dikemukakan oleh para ahli diantaranya adalah:
  1. Menurut Dr. P. J. A. Adriani, pajak adl iuran masyarakat kpd negara (yang dpt dipaksakan) yg terutang oleh yg wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dgn tdk mendapat prestasi kembali yg langsung dpt ditunjuk & yg gunanya adl ukt membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara ukt men’Teks’yelenggarakan pemerintahan.
  2. Menurut Dr. H. Rochmat Soemitro SH, pajak adl iuran rakyat kpd Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dpt dipaksakan) dgn tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yg langsung dpt ditunjukkan & yg digunakan ukt membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yg berbunyi sbg berikut: Pajak adl peralihan kekayaan dari pihak rakyat kpd Kas Negara ukt membiayai pengeluaran rutin & surplusnya digunakan ukt public saving yg merupakan sumber utama ukt membiayai public investment.
  3. Sedangkan menurutSommerfeld Ray M., Anderson Herschel M., & Brock Horace R, pajak adl sesuatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah, bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan yg ditetapkan lbh dahulu, tanpa mendapat imbalan yg langsung & proporsional, agar pemerintah dpt melaksanakan tugas-tugasnya ukt menjalankan pemerintahan.
Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sbg beralihnya sumber daya dari sector privat kpd sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan 2 situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya ukt kepentingan penguasaan barang & jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang & jasa publik yg merupakan kebutuhan masyarakat.
Sementara pemahaman pajak dari perspektif hukum menurut Soemitromerupakan sesuatu perikatan yg timbul karena adanya undang-undang yg menyebabkan timbulnya kewajiban warga negara ukt menyetorkan sejumlah penghasilan tertentu kpd negara, negara mempunyai kekuatan ukt memaksa & uang pajak tersebut harus dipergunakan ukt penyelenggaraan pemerintahan. Dari pendekatan hukum ini memperlihatkan bahwa pajak yg dipungut harus berdsarkan undang-undang sehingga menjamin adanya kepastian hukum, baik bagi fiskus sbg pengumpul pajak maupun wajib pajak sbg pembayar pajak.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dgn UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum & tata cara perpajakan adl kontribusi wajib kpd negara yg terutang oleh orang pribadi atau badan yg bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dgn tdk mendapat timbal balik secara langsung & digunakan ukt keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
http://www.managementaccountingsystems.com/64/fungsi-akuntansi-pajak.htm
DASAR AKUNTANSI PERPAJAKAN
  1. PENGERTIAN DASAR AKUNTANSI PERPAJAKAN
         Adalah akuntansi yang berkaitan dengan perhitungan perpajakan dan mengacu pada peraturan dan perundang-undangan perpajakan beserta aturan pelaksanaannya. B. TEORI AKUNTANSI PERPAJAKAN
         adalah suatu penalaran logis dalam bentuk seperangkat azaz atau prinsip yang diakui dalam ketentuan peraturan perpajakan yang merupakan :
        a. Kerangka acuan umum untuk menilai praktek-praktek akuntansi
        b. Pedoman bagi pengembangan praktek-praktek dan prosedur baru
        c. Dapat dipergunakan untuk menjelaskan praktek-praktek yang sekarang, sedang berjalan tetapi tujuan utamanya adalah mengadakan suatu kerangka acuan untuk menilai dan mengembangkan praktek akuntansi  yang sehat.
  2. PRINSIP-PRINSIP AKUNTANSI PERPAJAKAN prinsip-prinsip yang akui dalam akuntansi perpajakan meliputi antara lain
  • Kesatuan akuntansi/usaha ( economicentity )
  • Kesinambungan ( Going Concern )
  • Harga pertukaran yang objektif
  • Konsistensi
  • Konservatif
  1.  FUNGSI AKUNTANSI PERPAJAKAN 
adalah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan keputusan. oleh sebab itu maka akuntansi harus memenuhi tujuan kualitatif . Adapun fungsi akuntansi perpajakan adalah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan. Adapun tujuan kualitatif akuntansi perpajakan antara lain sebagai berikut
  1. Relevan
  2. Dapat dimengertI
  3. Daya uji / VerifiabilitI
  4. Netral
  5. Tepat waktU
  6. Dayabanding/ Comparability
  7. Lengkap
  1. PERSAMAAN AKUNTANSI PERPAJAKAN
 Dalam akuntansi dikenal beberapa persamaan yang dijadikan rumus dasar atau persamaan dasar yang menjelaskan hubungan antara kepemilikan dan kewajiban keuangan suatu perusahaan. Persamaan dasar dalam akuntansi perpajakan sama persis dengan akuntansi komersial yakni; ” harta yang dimiliki    perusahaan ( aktiva ) sama dengan hak atau klaim atas harta tersebut ( kewajiban ) ditambah,  dengan  modal”. yang bisa diformulasikan dalam rumus sebagai berikut :
AKTIVA       =      HUTANG    +      MODAL
  Contoh :
  1. Seruni pada awal tahun 2010 baru mendirikan usaha perdagangan -garmen . Roni sebagai salah satu pemegang sahamnya menyetorkan uang sebesar Rp. 200.000.000,- kemudian Yasin menyetorkan Tanah dan bangunan masing-masing sebesar Rp. 200.000.000,- dan Rp. 300.000.000,- dan Nop menyetorkan kendaraan dengan harga pasar Rp. 200.000.000,- CV. Seruni juga meminjam uang dariBank sebesar Rp. 100.000.000,-Dari data tersebut diatas maka bentuk persamaan akuntansinya adalah :     

      Kas                     +   Tanah/Bangunan    + Kendaraan          =  Hutang               +   Modal
      300.000.000       +   500.000.000         +  200.000.000     =  100.000.000      +    900.000.000,-       
 Dari persamaan dasar akuntansi tersebut dapat disusun sebauh Neraca awal dari CV. Seruni
http://pakakhid.blogspot.com/2011/04/dasar-akuntansi-perpajakan.html
Akuntansi Pajak
Akuntansi pajak adalah akuntansi yang diterapkan dengan tujuan untuk menetapkan besarnya pajak terutang. Fungsi akuntansi pajak adalah mengolah data kuantitatif yang akan digunakan untuk menyajikan laporan keuangan yang memuat perhitungan perpajakan.
Peran                                                                                                                                                    Perannya didalam perusahaan adalah signifikan, yaitu :
1). Memberikan membuat perencanaan dan strategi perpajakan (dalam artian positif)
2). Memberikan analisa dan prediksi mengenai potensi pajak perusahaan di masa yang akan datang.
3).Dapat menerapkan perlakuan akuntansi atas kejadian perpajakan (mulai dari penialian/penghitungan, pencatatan (pengakuan) atas pajak, dan dapat menyajikannya di dalam laporan komersial maupun laporan fiskal perusahaan.
4). Dapat melakukan pengarsipan dan dokumentasi perpajakan dengan lebih baik, sebagai bahan untuk melakukan pemeriksaan dan evaluasi.
Perkembangan
Pada perusahaan berskala menengah dan besar, kesadaran akan pentingnya akuntansi pajak telah ada dan diterapkan secara serius. Akan tetapi tidak sedikit perusahaan (apapun skalanya) belum menyadari pentingnya akuntansi pajak. Ada kecenderungan untuk mengabaikan atau tidak mau pusing mengurusnya, sehingga diserahkan kepada konsultan, yang hampir pasti tidak mengetahui operasional perusahaan yang ditanganinya secara benar dan detail, yang sangat mungkin dapat menjerumuskan perusahaan.
Petugas khusus di dalam perusahaan untuk akuntansi pajak
Mengingat eratnya keterkaitan antara akuntansi dengan perpajakan pajak (dan sebaliknya), implikasi dan konsekuensi setiap transaksi di perusahaan terhadap pajak, rasanya tidak berlebihan jika manajemen dan staf akuntansi pajak signifikan diperlukan di dalam perusahaan. Sampai saat ini masih banyak perusahaan merangkap pegawai accounting (yang menangani laporan komersial) untuk menangani perpajakan juga. Akibat sedikitnya pegawai accounting yang sungguh-sungguh memahami perpajakan ( bahkan untuk menghitungnya pun masih banyak yang belum bisa), tidak punya cukup waktu untuk mengikuti perkembangan (perubahan) undang-undang dan peraturan perpajakan, banyak kejadian perpajakan tidak ditangani dengan baik.

Kamis, 22 Desember 2016

Pemahaman Jurnal Akuntansi (debit dan kredit)





Persamaan Akuntansi
Assets                                   = Liability + Equity
Assets                                   = Liability + Equity + (Income – Expense)
Assets + Expense                = Liability + Equity + Income
Debit/Kiri                             = Kredit/Kanan
Akun-akun jurnal transaksi perusahan jasa
Debit
Kredit
Assets
Expense
Liability
Equity
Income
Chas
Account Receivable
Land
Building
Supplies
Equipment
Furniture
Salaries Expense
Rent Expense
Supplies Expense
Interest Expense
Tax Expense
Account Payable
Interest Payable
Tax Payable
Bank Payable
Capital
Prive
Deviden
Return earning
Fee payable
Sales Inventory
Fee Revenue
Ket :
Ketika terjadi transaksi debit dan kredit, bagian akun debit terjadi penambahan jumlah itu berarti bagian dari akun kredit juga mengalami penambahan jumlah, jika akun debit mengalami penambahan jumlah maka akun debit dicatat disisi kiri dan jika akun kredit mengalami penambahan maka akun kredit dicatat disisi kanan ini sesuai dengan persamaan akuntansi yang telah saya rangkum yaitu : Debit (Sisi Kiri) = Kredit (Sisi Kanan)
Jadi,ketika akun debit bertambah maka ia akan dicatat disisi kiri tetapi jika bagian debit mengalami pengurangan maka akan dicatat disisi kanan. Begitu juga dengan akun yang berada dikredit ketika mengalami penambahan maka akan dicatat disisi kanan dan ketika mengalami pengurangan akan dicatat disisi kiri
Pengecualian untuk prive dan deviden karena saldo awal akun prive dan deviden saat terjadi penambahan adalah debet
Contoh
1. Transaksi Debit menambah dan Kredit menambah.
Yusuf menginvestasikan sebesar kas $30.000 dalam perusahaan
Jurnal :                        Cash (Debit)                            $30.000
                                            Capital (Kredit)                                   $30.000
2. Transaksi debit berkurang dan kredit berkurang.
Daud membayar hutang sebesar  $500
Jurnal :                        Account payable (Kredit)                    $ 500
                                                  Chas (Debit)                                        $500
3. Transaksi debit bertambah dan berkurang
Sulaiman membayar gaji karyawan sebesar $10
Jurnal :                        Salaries Expense (Debit)                    $10
                                                 Chas (Debit)                                        $10
Tabel Bentuk Aturan Debet Dan Kredit

      Assets                   +Expense        =       Liability                       + Equity                        + Income
      Assets
Debit     Kredit
 ( + )        ( - )
      Expense
Debit      Kredit
 ( + )         ( - )
      Liability
Debit     Kredit
 ( - )        ( + )
Capital / Return earning
      Debit     Kredit
       ( - )         ( + )
      Prive / Deviden
       Debit    Kredit
        ( + )        ( - )

Akuntansi Perpajakan : Rekonsiliasi Fiskal

Rekonsiliasi Fiskal


A. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal
Rekonsiliasi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Rekonsilisasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena terdapat perbedaan penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial) dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial ditujukan untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta, sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak. Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan  fiskal adalah karena terdapat perbedaan prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.
Jika suatu entitas (Wajib Pajak) harus menyusun dua laporan keuangan yang berbeda, maka disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, dan uang juga akan terjadi tidak tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak. Menurut Bambang Kesit (2001), untuk mengatasi masalah tersebut digunakan beberapa pendekatan dalam penyusunan laporan keuangan fiskal, yaitu:
  1. Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan keuangan komersial.
  2. Laporan keuangan fiskal ekstrakomtabel dengan laporan keuangan bisnis.
  3. Laporan keuangan fiskal disusun dengan menyisipkan ketentuan-ketentuan pajak dalam laporang keuangan bisnis.
            Untuk menjembatani adanya perbedaan tujuan kepentingan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fiskal serta tercapainya tujuan efisiensi maka lebih dimungkinkan untuk menetapkan pendekatan yang kedua. Perusahaan hanya menyelenggarakan pembukuan menurut akuntansi komersial, tetapi apabila akan menyusun laporan keuangan fiskal barulah menyusun rokonsiliasi terhadap laporan keuangan komersial tersebut.
B. Beda Permanen dan Temporer
Perbedaan penghasilan dan biaya/pengeluaran menurut akuntansi dan menurut fiskal dapat dikelompokkan menjadi beda tetap/ permanent (permanent differences) dan beda waktu/sementara (timing differences).
1.      Beda Tetap/ Permanen
Adalah perbedaan pengakuan pendapatan dan beban berdasarkan ketentuan perpajakan yang berlaku dengan Standar Akuntansi Keuangan yang bersifat permanen. Artinya penghasilan atau biaya yang demikian tidak akan diakui untuk selamanya dalam rangka menghitung penghasilan kena pajak. Contoh: pemberian kenikmatan/ natura kepada karyawan, sumbangan, biaya jamuan makan,pendapatan bunga, pembayaran dividen.
Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan penghasilan dan biaya menurut akuntansi dengan menurut pajak, yaitu adanya penghasilan dan biaya yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak diakui menurut fiskal, atau sebaliknya. Beda tetap dengan laba kena pajak menurut fiskal (taxable income).
Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan mengharuskan hal-hal berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena Pajak:
1.      Penghasilan yang telah dikenakan PPh final (pasal 4 ayat 2 UU PPh)
2.      Penghasilan yang bukan Objek pajak (pasal 4 ayat 3 UU PPh)
3.      Pengeluaran yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan serta pengeluaran yang sifat pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran (pasal 9 ayat 1 UU PPh).
Beda Tetap (Permanen) terdiri dari:
  1. Beda Tetap Penghasilan
1.      Penerimaan menurut PSAK merupakan penghasilan tetapi undang – undang Pajak Penghasilan (PPh) bukan penghasilan. Contoh: Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1)      Dividen berasal dari cadangan laba ditahan
2)      bagian perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara dan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
2.      Penerimaan yang menurut SAK bukan merupakan penghasilan tetapi menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) merupakan penghasilan. Contohnya: penerimaan hibah atau bantuan dari pihak-pihak yang ada hubungan istimewa.
3.      Penghasilan yang dikenakan pemungutan pajak bersifat final.
b.      Beda Tetap Biaya
Pengeluaran yang menurut PSAK merupakan beban tetapi menurut UU PPh tidak boleh dikurangi penghasilan bruto.
1.      Biaya yang tidak ada hubungan langsung untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, .
2.      Biaya untuk mendapat, menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final
3.      Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh .
4.      Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang – undangan dibidang perpajakan.
5.      Kerugian karena penjualan/pengalihan aktiva dan/atau hak yang dimiliki yang tidak dipergunakan dalam kegiatan usaha dan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
6.      PPh Pasal 21 dan 26 yang ditanggung oleh pemberi penghasilan kecuali dalam menghitungnya menggunakan metode groos up.
c.       Beda Tetap yang disebabkan tidak dipenuhi syarat-syarat khusus:
Yaitu suatu penghasilan atau biaya baru akan diakui berbeda sepanjang tidak memenuhi syarat – syarat pengakuannya dalam ketentuan perpajakan. namun jika memenuhi ketentuan perpajakan maka perbedaan yang timbul dalam pengakuan menurut fiskal akan menjadi hilang dan pengakuannya akan sama dengan pengakuan menurut prinsip akuntansi. contoh:
  1. Biaya perjalanan yang dapat dikurangkan dari enghasilan bruto adalah biaya perjalanan pegawai peusahaan untuk kepentingan perusahaan yang dilengkapi dengan bukti – bukti yang sah, misal: surat tugas, tiket, kwitansi hotel, atau pembayaran ke biro perjalanan. Uang saku dalam perjalanan dinas merupakan objek PPh Pasal 21 dan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
  2. Biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya promosi yang didukung bukti pemuatan iklan, pembuatan barang – barang promosi harus dibedakan dengan sumbangan.
  3. Biaya Entertaiment yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya entertainment yang benar dikeluarkan ada hubungannya dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dan dibuatkan daftar normative (dilampirkan di SPT Tahunan PPh). Isi daftar normatif meliputi: Nomor urut, Tanggal, Nama Tempat, Alamat, Jenis dan Jumlah Entaiment yang diberikan, serta Nama, Posisi, Nama Perusahaan dan Jenis Usaha Relasi yang dijamu.
  4. Biaya penelitian dan pengembangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah usaha yang dilakuakan di Indonesia.
  5. Kerugian piutang usaha kecuali Bank dan Sewa Guna Usaha (SGU), piutang yang dapat dihapuskan adalah piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar normative (dilampirkan di SPT Tahunan PPh).
  6. Beda Tetap yang disebabkan praktek – praktek akuntansi yang tidak sehat:
a.       Keperluan pribadi pemilik atau pemegang saham dan keluargannya yang dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai beban usaha.
b.      Keperluan pribadi pegawai perusahaan yang dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai beban usaha.
2.      Beda Waktu / Sementara
Adalah perbedaan pengakuan pendapatan dan beban tertentu menurut Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Perbedaan ini menyebabkan pergeseran pengakuan pendapatan atau beban antara satu tahun pajak ke tahun pajak lainnya. Contoh : penyusutan aktiva tetap, pengakuan terhadap piutang dan persediaan.
Beda waktu biasanya timbul karena perbedaan yang dipakai antara pajak dengan akuntansi dalam hal:
1.      Akrual dan realisasi
2.      Penyusutan dan amortisasi
3.      Penilaian persediaan
4.      Kompensasi kerugian fiskal
Contoh Beda Waktu/Sementara:
  1. penyusutan/amortisasi
  2. penilaian persediaan
  3. Rugi laba selisih Kurs
  4. Rugi laba atas penyertaan saham
  5. Kerugian piutang kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan utnuk usaha asuransi, cadangan reklamasi usaha pertambangan.
  6. Tagihan atau hutang dalam valuta asing
  7. Harta berwujud dan tidak berwujud
  8. Biaya pendirian dan perluasan usaha
  9. Biaya sebelum produksi komersial
  10. Biaya dibayar dimuka jangka panjang
  11. Pencadangan kewajiban bersyarat atau cadangan lain
  12. Pengakuan pengahasilan dan biaya atas proyek jangka panjang
  13. Hak penambangan dan hak pengusaha hutan.
Koreksi Positif dan Negatif
Dengan adanya beda waktu dan beda tetap laporan keuangan komersial harus dikoreksi terlebih dahulu untuk menghitung penghasilan kena pajaknya. Koreksi ini disebut koreksi fiskal yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1)         Koreksi positif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penghasilan kena pajak secara fiskal bertambah, yang selanjutnya berdampak memperbesar nilai pajak penghasilan yang terutang.
Koreksi Positif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal bertambah. Koreksi positif biasannya dilakukan akibat adanya:
1.      Beban yang tidak diakui oleh pajak (non-deductible expense)
2.      Penyusutan komersial lebih besar dari penyusutan fiskal
3.      Amortisasi komersial lebih besar dari amortisasi fiskal
4.      Penyesuaian fiskal positif lainnya
2)         Koreksi negatif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penghasilan kena pajak secara fiskal menjadi berkurang yang selanjutnya berdampak memperkecil penghasilan kena pajak. Koreksi negatif biasanya dilakukan akibat adanya:
1.      Penghasilan yang tidak termasuk objek pajak
2.      Penghasilan yang dikenakan PPh final
3.      Penghasilan yang ditangguhkan pengakuannya
4.      Penyesuaian fiskal negaif
C. Perhitungan Pajak Terutang
Untuk Tahun Pajak 2009 ada beberapa tarif untuk menghitung Pajak Terhutang, yaitu:
a. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf b
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28%.
Contoh penghitungan pajak yang terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp 1.250.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
28% x Rp 1.250.000.000,00 = Rp 350.000.000,00
b. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b)
Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) UU No. 36 Tahun 2008 yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam tahun pajak 2009 Rp 1.250.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
(28% - 5%) x Rp1.250.000.000,00 = Rp 287.500.000,00
c. Tarif PPh Pasal 31E
Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Penghitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Jika peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh terutang = (50% x 28%) x seluruh Penghasilan Kena Pajak
2) Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000, maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang = (50% x 28%) x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas + 28% x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
  • Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu:
(Rp 4.800.000.000 / Peredaran bruto) x Penghasilan Kena Pajak
  • Penghitungan PKP dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu:
Penghasilan Kena Pajak – Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
Contoh 1):
Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Rp 500.000.000,00 = Rp 70.000.000,00
Contoh 2):
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang:
  1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp 4.800.000.000,00/Rp 30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00 = Rp 480.000.000,00
  1. Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 = Rp 2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x Rp 28%) x Rp 480.000.000,00           = Rp   67.200.000,00
28% x Rp 2.520.000.000,00                           = Rp 705.600.000,00 +
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang        = Rp 772.800.000,00
D. Kredit Pajak
            Untuk mendapatkan pajak yang masih harus dibayar pada suatu tahun pajak maka atas pajak yang terhutang perlu dikurangi dengan kredit pajak. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Kredit pajak yang dapat dikurangkan terhadap pajak yang terutang pada akhir tahun adalah Pajak Penghasilan yang Telah dilunasi dalam tahun berjalan oleh WP Dalam Negeri
Dan Bentuk Usaha Tetap baik yang dibayar sendiri oleh oleh  WP dan BUT tersebut maupun yang dipotong serta dipungut  oleh pihak lain, berupa:
  1. PPh yang dipotong pemberi kerja (Pasal 21)
  2. PPh yang dipungut pihak lain (Pasal 22)
  3. PPh yang dipotong pihak lain (Pasal 23)
  4. Kredit PPh luar negeri (Pasal 24)
  5. Pembayaran yang dilakukan sendiri oleh WP (Pasal 25)

Langkah-langkah menghitung Pajak Penghasilan Terutang pada akhir tahun untuk Wajib Pajak Badan:
1.      Memperoleh laporan keuangan komersial (laporan laba rugi) beserta rincian-rinciannya yang dihasilkan oleh sistem pembukuan. Meneliti akun-akun dalam laporan keuangan (komersial) untuk melakukan rekonsiliasi fiskal.
2.      Menyesuaikan penyajian laporan laba rugi komersial kedalam bentuk penyajian yang sesuai dengan ketentuan perpajakan.
3.      Melakukan rekonsiliasi fiskal dan mengklasifikasikan pendapatan dan beban yang terdapat dalam laporan keuangan fiskal menjadi penghasilan dan pengurangan sesuai ketentuan perpajakan.
4.      Menghitung dan mengklasifikasi jumlah penghasilan neto menurut sifatnya yaitu penghasilan yang pengenaan pajaknya tidak final, penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, dan penghasilan yang bukan Objek Pajak.
5.      Menghitung Penghasilan Kena Pajak .
6.      Menghitung kredit pajak yang dibolehkan.
7.      Menghitung pajak yang masih harus dibayar (lebih bayar).
8.      Menentukan penghasilan yang dikenakan PPh final serta jumlah yang telah dipotong/dipungut .
9.      Menentukan penghasilan yang bukan objek Pajak Penghasilan.
            Kredit pajak penghasilan adalah pajak – pajak yang telah dibayar sendiri atau telah dipotong oleh pihak lain yang berkaitan dengan transaksi antara Wajib Pajak dengan pihak lain. Yang perlu diperhatikan atas pajak – pajak yang dapat dikreditkan antara lain seperti berikut:
  • PPh yang dapat dikreditkan tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dalam rangka mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
  • Masa bulan perolehan PPh yang dikreditkan berada pada masa tahun PPh yang terhutang.
Kredit pajak penghasilan dapat dibedakan menjadi seperti berikut ini:
  • Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain
  • Pajak yang dibayar sendiri
  • Surat Tagihan Pajak

Kredit Pajak Yang Dibayar Sendiri
            Pajak yang dibayar sendiri oleh WP yang dapat dikreditkan adalah PPh pasal 25 dan Fiskal Luar Negeri. PPh pasal 25 adalah uang muka PPh yang akan diperhitungkan atas PPh yang terutang diakhir tahun. Besarnya PPh pasal 25 dihitung dengan cara sebagai berikut:
  • Setelah SPT Tahunan dilaporkan
  • Sebelum SPT dilaporkan
  • Setelah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
E. Pajak Akhir Tahun
Pada akhir tahun pajak, Wajib Pajak Dalam Negeri, Bentuk Usaha Tetap diwajibkan untuk melakukan perhitungan pajak yang terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan, kecuali atas penghasilan yang telah dipotong pajak bersifat final. Pajak yang terutang pada akhir tahun dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun yang bersangkutan. Hasil pengurangan Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir tahun dengan kredit pajak untuk tahun yang bersangkutan akan berakibat pajak penghasilan yang terutang lebih besar atau lebih kecil dari kredit pajak ataupun nihil. Mengacu pada Pasal 28, Pasal 28A, dan Pasal 29 Undang-undang Pajak Penghasilan.
PPh Pasal 28
            Bagi WP Dalam Negeri dan BUT, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa:
  1. Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
  2. Pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
  3. Pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalty, sewa, hadiah, dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 23
  4. Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24
  5. Pembayaran yang dilakukan oleh WP sendiri sebagaimana dimaksud dalam pasal 25
  6. Pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (5)
            Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi – sanksinya.
PPh Pasal 29
            Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan.
Tambahan data mengenai perubahan tarif Undang – Undang PPh:
Tarif Pemotongan / Pemungutan
Jenis Pot/Put
Tarif  Non-NPWP
dibandingkan
Tarif  NPWP
Pasal 21
20% lebih tinggi
Pasal 22
100% lebih tinggi
Pasal 23
100% lebih tinggi
PPH Pasal 22
UU No. 17 Tahun 2000:
Menteri Keuangan dapat menetapkan:
  1. bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan  pembayaran atas penyerahan barang;
  2. badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
diusulkan tambahan:
  1. Wajib Pajak tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Besarnya batasan barang tergolong sangat mewah dan tarif PPh Pasal 22 sedang dalam proses pembahasan.
Perubahan PPh Pasal 23
Perubahan pada PPh Pasal 23 ayat (1) huruf c:
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, atau disediakan untuk dibayarkan, atau jatuh tempo pembayaran oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara  kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2 % (dua persen) dari jumlah bruto atas:
  1. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
  2. imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c WP OP Tertentu
Keputusan Perubahan:
Diangkat menjadi Batang Tubuh UU PPh Pasal 25 ayat(7)
            Tarif paling tinggi 0,75% dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau pencatatan setiap bulan.
FISKAL LUAR NEGERI PPh Pasal 25 ayat (8)
Keputusan Perubahan:
a)      Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki NPWP tidak membayar Fiskal Luar Negeri.
b)      Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke LN, wajib membayar Fiskal Luar Negeri sebagai pembayaran pajak dimuka yang ketentuannya diatur dengan PP.

DAFTAR REFERENSI
Resmi, Siti. 2007. Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
www. pajak.go.id
Undang – Undang dan Peraturan Pelaksanaannya. 2008. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Waluyo. 2007. Perpajakan Indonesia. Buku satu dan dua. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.