Rekonsiliasi Fiskal
A. Rekonsiliasi laporan keuangan komersial dan laporan
keuangan fiskal
Rekonsiliasi
fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan
ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan neto/laba yang sesuai dengan
ketentuan pajak. Rekonsilisasi fiskal dilakukan oleh Wajib Pajak karena
terdapat perbedaan penghitungan, khususnya laba menurut akuntansi (komersial)
dengan laba menurut perpajakan (fiskal). Laporan keuangan komersial ditujukan
untuk menilai kinerja ekonomi dan keadaan finansial dari sektor swasta,
sedangkan laporan keuangan fiskal lebih ditujukan untuk menghitung pajak.
Penyebab perbedaan laporan keuangan komersial dan laporan keuangan fiskal adalah karena terdapat perbedaan
prinsip akuntansi, perbedaan metode dan prosedur akuntansi, perbedaan pengakuan
penghasilan dan biaya, serta perbedaan perlakuan penghasilan dan biaya.
Jika
suatu entitas (Wajib Pajak) harus menyusun dua laporan keuangan yang berbeda,
maka disamping terdapat pemborosan waktu, tenaga, dan uang juga akan terjadi
tidak tercapainya tujuan menghindari manipulasi pajak. Menurut Bambang Kesit
(2001), untuk mengatasi masalah tersebut digunakan beberapa pendekatan dalam
penyusunan laporan keuangan fiskal, yaitu:
- Laporan keuangan fiskal disusun secara beriringan dengan laporan keuangan komersial.
- Laporan keuangan fiskal ekstrakomtabel dengan laporan keuangan bisnis.
- Laporan keuangan fiskal disusun dengan menyisipkan ketentuan-ketentuan pajak dalam laporang keuangan bisnis.
Untuk menjembatani adanya
perbedaan tujuan kepentingan laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan
fiskal serta tercapainya tujuan efisiensi maka lebih dimungkinkan untuk
menetapkan pendekatan yang kedua. Perusahaan hanya menyelenggarakan pembukuan
menurut akuntansi komersial, tetapi apabila akan menyusun laporan keuangan
fiskal barulah menyusun rokonsiliasi terhadap laporan keuangan komersial
tersebut.
B. Beda Permanen dan Temporer
Perbedaan
penghasilan dan biaya/pengeluaran menurut akuntansi dan menurut fiskal dapat
dikelompokkan menjadi beda tetap/ permanent (permanent
differences) dan beda waktu/sementara (timing
differences).
1.
Beda Tetap/ Permanen
Adalah
perbedaan pengakuan pendapatan dan beban berdasarkan ketentuan perpajakan yang
berlaku dengan Standar Akuntansi Keuangan yang bersifat permanen. Artinya
penghasilan atau biaya yang demikian tidak akan diakui untuk selamanya dalam
rangka menghitung penghasilan kena pajak. Contoh: pemberian kenikmatan/ natura
kepada karyawan, sumbangan, biaya jamuan makan,pendapatan bunga, pembayaran
dividen.
Beda tetap terjadi karena adanya perbedaan pengakuan
penghasilan dan biaya menurut akuntansi dengan menurut pajak, yaitu adanya
penghasilan dan biaya yang diakui menurut akuntansi komersial namun tidak
diakui menurut fiskal, atau sebaliknya. Beda tetap dengan laba kena pajak
menurut fiskal (taxable income).
Beda tetap biasanya timbul karena peraturan perpajakan
mengharuskan hal-hal berikut dikeluarkan dari perhitungan Penghasilan Kena
Pajak:
1. Penghasilan yang telah dikenakan
PPh final (pasal 4 ayat 2 UU PPh)
2. Penghasilan yang bukan Objek
pajak (pasal 4 ayat 3 UU PPh)
3. Pengeluaran yang tidak
berhubungan langsung dengan kegiatan usaha, yaitu mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan serta pengeluaran yang sifat pemakaian penghasilan atau
yang jumlahnya melebihi kewajaran (pasal 9 ayat 1 UU PPh).
Beda Tetap (Permanen) terdiri
dari:
- Beda Tetap Penghasilan
1. Penerimaan menurut PSAK merupakan
penghasilan tetapi undang – undang Pajak Penghasilan (PPh) bukan penghasilan.
Contoh: Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara,
atau Badan Usaha Milik Daerah dari penyertaan modal pada badan usaha yang
didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat :
1) Dividen berasal dari cadangan
laba ditahan
2) bagian perseroan terbatas, Badan
Usaha Milik Negara dan Usaha Milik Daerah yang menerima dividen, kepemilikan
saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal
disetor dan harus mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
2. Penerimaan yang menurut SAK bukan
merupakan penghasilan tetapi menurut UU Pajak Penghasilan (PPh) merupakan
penghasilan. Contohnya: penerimaan hibah atau bantuan dari pihak-pihak yang ada
hubungan istimewa.
3. Penghasilan yang dikenakan
pemungutan pajak bersifat final.
b. Beda Tetap Biaya
Pengeluaran yang menurut PSAK merupakan beban tetapi
menurut UU PPh tidak boleh dikurangi penghasilan bruto.
1. Biaya yang tidak ada hubungan
langsung untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, .
2. Biaya untuk mendapat, menagih dan
memelihara penghasilan yang dikenakan PPh Final
3. Penggantian atau imbalan dalam
bentuk natura atau kenikmatan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh .
4. Sanksi administrasi berupa bunga,
denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan
pelaksanaan perundang – undangan dibidang perpajakan.
5. Kerugian karena
penjualan/pengalihan aktiva dan/atau hak yang dimiliki yang tidak dipergunakan
dalam kegiatan usaha dan dalam rangka mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan.
6. PPh Pasal 21 dan 26 yang
ditanggung oleh pemberi penghasilan kecuali dalam menghitungnya menggunakan
metode groos up.
c. Beda Tetap yang disebabkan tidak
dipenuhi syarat-syarat khusus:
Yaitu suatu penghasilan atau biaya baru akan diakui
berbeda sepanjang tidak memenuhi syarat – syarat pengakuannya dalam ketentuan
perpajakan. namun jika memenuhi ketentuan perpajakan maka perbedaan yang timbul
dalam pengakuan menurut fiskal akan menjadi hilang dan pengakuannya akan sama
dengan pengakuan menurut prinsip akuntansi. contoh:
- Biaya perjalanan yang dapat dikurangkan dari enghasilan bruto adalah biaya perjalanan pegawai peusahaan untuk kepentingan perusahaan yang dilengkapi dengan bukti – bukti yang sah, misal: surat tugas, tiket, kwitansi hotel, atau pembayaran ke biro perjalanan. Uang saku dalam perjalanan dinas merupakan objek PPh Pasal 21 dan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
- Biaya promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya promosi yang didukung bukti pemuatan iklan, pembuatan barang – barang promosi harus dibedakan dengan sumbangan.
- Biaya Entertaiment yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya entertainment yang benar dikeluarkan ada hubungannya dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dan dibuatkan daftar normative (dilampirkan di SPT Tahunan PPh). Isi daftar normatif meliputi: Nomor urut, Tanggal, Nama Tempat, Alamat, Jenis dan Jumlah Entaiment yang diberikan, serta Nama, Posisi, Nama Perusahaan dan Jenis Usaha Relasi yang dijamu.
- Biaya penelitian dan pengembangan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto adalah usaha yang dilakuakan di Indonesia.
- Kerugian piutang usaha kecuali Bank dan Sewa Guna Usaha (SGU), piutang yang dapat dihapuskan adalah piutang yang nyata – nyata tidak dapat ditagih dan dibuatkan daftar normative (dilampirkan di SPT Tahunan PPh).
- Beda Tetap yang disebabkan praktek – praktek akuntansi yang tidak sehat:
a. Keperluan pribadi pemilik atau
pemegang saham dan keluargannya yang dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai
beban usaha.
b. Keperluan pribadi pegawai perusahaan
yang dibayar perusahaan dan dibukukan sebagai beban usaha.
2.
Beda Waktu / Sementara
Adalah
perbedaan pengakuan pendapatan dan beban tertentu menurut Standar Akuntansi
Keuangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Perbedaan ini menyebabkan
pergeseran pengakuan pendapatan atau beban antara satu tahun pajak ke tahun
pajak lainnya. Contoh : penyusutan aktiva tetap, pengakuan terhadap piutang dan
persediaan.
Beda waktu biasanya timbul karena perbedaan yang dipakai
antara pajak dengan akuntansi dalam hal:
1. Akrual dan realisasi
2. Penyusutan dan amortisasi
3. Penilaian persediaan
4. Kompensasi kerugian fiskal
Contoh Beda Waktu/Sementara:
- penyusutan/amortisasi
- penilaian persediaan
- Rugi laba selisih Kurs
- Rugi laba atas penyertaan saham
- Kerugian piutang kecuali bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, cadangan utnuk usaha asuransi, cadangan reklamasi usaha pertambangan.
- Tagihan atau hutang dalam valuta asing
- Harta berwujud dan tidak berwujud
- Biaya pendirian dan perluasan usaha
- Biaya sebelum produksi komersial
- Biaya dibayar dimuka jangka panjang
- Pencadangan kewajiban bersyarat atau cadangan lain
- Pengakuan pengahasilan dan biaya atas proyek jangka panjang
- Hak penambangan dan hak pengusaha hutan.
Koreksi Positif dan Negatif
Dengan adanya beda
waktu dan beda tetap laporan keuangan komersial harus dikoreksi terlebih dahulu
untuk menghitung penghasilan kena pajaknya. Koreksi ini disebut koreksi fiskal
yang dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu :
1)
Koreksi positif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penghasilan kena
pajak secara fiskal bertambah, yang selanjutnya berdampak memperbesar nilai
pajak penghasilan yang terutang.
Koreksi Positif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal
bertambah. Koreksi positif biasannya dilakukan akibat adanya:
1. Beban yang tidak diakui oleh pajak
(non-deductible expense)
2. Penyusutan komersial lebih besar
dari penyusutan fiskal
3. Amortisasi komersial lebih besar
dari amortisasi fiskal
4. Penyesuaian fiskal positif
lainnya
2)
Koreksi negatif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penghasilan kena
pajak secara fiskal menjadi berkurang yang selanjutnya berdampak memperkecil
penghasilan kena pajak. Koreksi negatif biasanya dilakukan akibat adanya:
1. Penghasilan yang tidak termasuk
objek pajak
2. Penghasilan yang dikenakan PPh
final
3. Penghasilan yang ditangguhkan
pengakuannya
4. Penyesuaian fiskal negaif
C. Perhitungan Pajak Terutang
Untuk Tahun Pajak 2009 ada
beberapa tarif untuk menghitung Pajak Terhutang, yaitu:
a. Tarif PPh Pasal 17 ayat (1)
huruf b
Tarif pajak yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha
tetap adalah sebesar 28%.
Contoh penghitungan pajak yang
terutang untuk Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak Rp
1.250.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
28% x Rp 1.250.000.000,00 = Rp
350.000.000,00
b. Tarif PPh Pasal 17 ayat (2b)
Tarif ini diterapkan bagi Wajib
Pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan
di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya. Wajib
Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah
daripada tarif sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat
(2a) UU No. 36 Tahun 2008 yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan
Pemerintah.
Contoh:
Jumlah Penghasilan Kena Pajak
dalam tahun pajak 2009 Rp 1.250.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
(28% - 5%) x Rp1.250.000.000,00 =
Rp 287.500.000,00
c. Tarif PPh Pasal 31E
Wajib Pajak
badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00
(lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar
50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1)
huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus
juta rupiah).
Penghitungan
PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Jika
peredaran bruto kurang dari Rp 4.800.000.000, maka penghitungan PPh terutang
yaitu sebagai berikut:
PPh terutang
= (50% x 28%) x seluruh Penghasilan Kena Pajak
2) Jika
peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan Rp 50.000.000.000,
maka penghitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut:
PPh Terutang
= (50% x 28%) x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas + 28% x Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto
yang tidak memperoleh fasilitas
- Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu:
(Rp 4.800.000.000 / Peredaran
bruto) x Penghasilan Kena Pajak
- Penghitungan PKP dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu:
Penghasilan Kena Pajak –
Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
Contoh 1):
Peredaran
bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 4.500.000.000,00 (empat miliar
lima ratus juta rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Penghitungan
pajak yang terutang:
Seluruh
Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut dikenai
tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah
peredaran bruto PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00.
Pajak
Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%)
x Rp 500.000.000,00 = Rp 70.000.000,00
Contoh 2):
Peredaran
bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30.000.000.000,00 (tiga puluh
miliar rupiah) dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah).
Penghitungan
Pajak Penghasilan yang terutang:
- Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas:
(Rp 4.800.000.000,00/Rp
30.000.000.000,00) x Rp 3.000.000.000,00 = Rp 480.000.000,00
- Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00
= Rp 2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x Rp 28%) x Rp
480.000.000,00 = Rp 67.200.000,00
28% x Rp 2.520.000.000,00 = Rp
705.600.000,00 +
Jumlah Pajak Penghasilan yang
terutang = Rp 772.800.000,00
D. Kredit Pajak
Untuk
mendapatkan pajak yang masih harus dibayar pada suatu tahun pajak maka atas
pajak yang terhutang perlu dikurangi dengan kredit pajak. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai
adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak
yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang
dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk
memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Kredit pajak yang dapat dikurangkan terhadap pajak yang terutang pada akhir
tahun adalah Pajak Penghasilan yang Telah dilunasi dalam tahun berjalan oleh WP
Dalam Negeri
Dan Bentuk Usaha Tetap baik yang dibayar sendiri oleh oleh WP dan BUT tersebut maupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, berupa:
Dan Bentuk Usaha Tetap baik yang dibayar sendiri oleh oleh WP dan BUT tersebut maupun yang dipotong serta dipungut oleh pihak lain, berupa:
- PPh yang dipotong pemberi kerja (Pasal 21)
- PPh yang dipungut pihak lain (Pasal 22)
- PPh yang dipotong pihak lain (Pasal 23)
- Kredit PPh luar negeri (Pasal 24)
- Pembayaran yang dilakukan sendiri oleh WP (Pasal 25)
Langkah-langkah menghitung Pajak Penghasilan Terutang pada akhir tahun
untuk Wajib Pajak Badan:
1.
Memperoleh laporan keuangan komersial (laporan laba
rugi) beserta rincian-rinciannya yang dihasilkan oleh sistem pembukuan.
Meneliti akun-akun dalam laporan keuangan (komersial) untuk melakukan
rekonsiliasi fiskal.
2.
Menyesuaikan penyajian laporan laba rugi komersial
kedalam bentuk penyajian yang sesuai dengan ketentuan perpajakan.
3.
Melakukan rekonsiliasi fiskal dan mengklasifikasikan
pendapatan dan beban yang terdapat dalam laporan keuangan fiskal menjadi
penghasilan dan pengurangan sesuai ketentuan perpajakan.
4.
Menghitung dan mengklasifikasi jumlah penghasilan neto
menurut sifatnya yaitu penghasilan yang pengenaan pajaknya tidak final,
penghasilan yang pengenaan pajaknya bersifat final, dan penghasilan yang bukan
Objek Pajak.
5.
Menghitung Penghasilan Kena Pajak .
6.
Menghitung kredit pajak yang dibolehkan.
7.
Menghitung pajak yang masih harus dibayar (lebih
bayar).
8.
Menentukan penghasilan yang dikenakan PPh final serta
jumlah yang telah dipotong/dipungut .
9.
Menentukan penghasilan yang bukan objek Pajak
Penghasilan.
Kredit
pajak penghasilan adalah pajak – pajak yang telah dibayar sendiri atau telah
dipotong oleh pihak lain yang berkaitan dengan transaksi antara Wajib Pajak
dengan pihak lain. Yang perlu diperhatikan atas pajak – pajak yang dapat
dikreditkan antara lain seperti berikut:
- PPh yang dapat dikreditkan tersebut berhubungan dengan kegiatan usaha Wajib Pajak dalam rangka mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan.
- Masa bulan perolehan PPh yang dikreditkan berada pada masa tahun PPh yang terhutang.
Kredit pajak penghasilan dapat
dibedakan menjadi seperti berikut ini:
- Pajak yang dipotong/dipungut pihak lain
- Pajak yang dibayar sendiri
- Surat Tagihan Pajak
Kredit Pajak Yang Dibayar Sendiri
Pajak
yang dibayar sendiri oleh WP yang dapat dikreditkan adalah PPh pasal 25 dan
Fiskal Luar Negeri. PPh pasal 25 adalah uang muka PPh yang akan diperhitungkan
atas PPh yang terutang diakhir tahun. Besarnya PPh pasal 25 dihitung dengan
cara sebagai berikut:
- Setelah SPT Tahunan dilaporkan
- Sebelum SPT dilaporkan
- Setelah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak
E. Pajak Akhir Tahun
Pada akhir tahun pajak, Wajib Pajak Dalam Negeri, Bentuk Usaha Tetap
diwajibkan untuk melakukan perhitungan pajak yang terutang atas seluruh
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak yang bersangkutan,
kecuali atas penghasilan yang telah dipotong pajak bersifat final. Pajak yang
terutang pada akhir tahun dikurangi dengan kredit pajak untuk tahun yang
bersangkutan. Hasil pengurangan Pajak Penghasilan yang terutang pada akhir
tahun dengan kredit pajak untuk tahun yang bersangkutan akan berakibat pajak
penghasilan yang terutang lebih besar atau lebih kecil dari kredit pajak
ataupun nihil. Mengacu pada Pasal 28, Pasal 28A, dan Pasal 29 Undang-undang
Pajak Penghasilan.
PPh Pasal 28
Bagi
WP Dalam Negeri dan BUT, pajak yang terutang dikurangi dengan kredit pajak
untuk tahun pajak yang bersangkutan, berupa:
- Pemotongan pajak atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21
- Pemungutan pajak atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 22
- Pemotongan pajak atas penghasilan berupa dividen, bunga, royalty, sewa, hadiah, dan penghargaan, dan imbalan jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 23
- Pajak yang dibayar atau terutang atas penghasilan dari luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24
- Pembayaran yang dilakukan oleh WP sendiri sebagaimana dimaksud dalam pasal 25
- Pemotongan pajak atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (5)
Apabila
pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah
kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), maka setelah
dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah
diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi – sanksinya.
PPh Pasal 29
Apabila
pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada
kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaran
pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan.
Tambahan data mengenai perubahan
tarif Undang – Undang PPh:
Tarif
Pemotongan / Pemungutan
Jenis Pot/Put
|
Tarif Non-NPWP
dibandingkan
Tarif NPWP
|
Pasal
21
|
20%
lebih tinggi
|
Pasal
22
|
100%
lebih tinggi
|
Pasal
23
|
100%
lebih tinggi
|
PPH Pasal 22
UU No. 17 Tahun 2000:
Menteri Keuangan dapat
menetapkan:
- bendaharawan pemerintah untuk memungut pajak sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang;
- badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain; dan
diusulkan tambahan:
- Wajib Pajak tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah. Besarnya batasan barang tergolong sangat mewah dan tarif PPh Pasal 22 sedang dalam proses pembahasan.
Perubahan PPh Pasal 23
Perubahan pada PPh Pasal 23 ayat
(1) huruf c:
Atas penghasilan tersebut di
bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, atau
disediakan untuk dibayarkan, atau jatuh tempo pembayaran oleh badan
pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk
usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan sebesar 2 %
(dua persen) dari jumlah bruto atas:
- sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang telah dikenakan Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2);
- imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
PPh Pasal 25 ayat (7) huruf c WP
OP Tertentu
Keputusan Perubahan:
Diangkat menjadi Batang Tubuh UU
PPh Pasal 25 ayat(7)
Tarif
paling tinggi 0,75% dari jumlah peredaran bruto berdasarkan pembukuan atau
pencatatan setiap bulan.
FISKAL LUAR NEGERI PPh Pasal 25
ayat (8)
Keputusan Perubahan:
a) Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
yang memiliki NPWP tidak membayar Fiskal Luar Negeri.
b) Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
yang tidak memiliki NPWP dan telah berusia 21 tahun yang bertolak ke LN, wajib
membayar Fiskal Luar Negeri sebagai pembayaran pajak dimuka yang ketentuannya
diatur dengan PP.
DAFTAR REFERENSI
Resmi, Siti. 2007. Perpajakan Teori dan Kasus, Edisi
Ketiga. Yogyakarta: Penerbit Salemba Empat.
Republik Indonesia, Undang-undang
Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Republik Indonesia, Undang-undang
Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
www. pajak.go.id
Undang – Undang dan Peraturan
Pelaksanaannya. 2008. Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan. Jakarta: Penerbit Salemba Empat
Waluyo.
2007. Perpajakan Indonesia. Buku satu
dan dua. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar